Silakan menempatkan Iklan Anda disini

Senin, 30 November 2009

SINDROMA PASCA POLIO

SINDROMA PASCA POLIO


(Post Polio Syndrome)


Dr. Heru Wiyono, SpPD


Pendahuluan


Kumpulan gejala-gejala yang menyebabkan pembatasan fisik dan kecacatan, yang terjadi bertahun-tahun setelah


terkena penyakit polio. Beberapa jurnal menyebutkan jangka waktu sampai antara 30 sd 40 tahun, tetapi Mayo


clinic melaporkan sekitar 15 tahun, sehingga dapat terjadi pada usia dewasa muda.


Penyakit ini ditandai dengan :


  • Kelemahan dan nyeri otot dan sendi yang progresif (tambah lama tambah memberat
  • Mudah merasa lelah dengan aktivitas minimal
  • Otot mengecil (atrofi)
  • Gangguan menelan atau pernafasan
  • Gangguan pernafasan saat tidur (sleep apnea)
  • Tidak tahan suhu lingkungan yang dingin


Pada sebagian besar penderita, gejala penyakit ini bertahap dengan progresivitas yang pelan, diikuti fase stabil,


sehingga penderita sering tidak merasakan kelainan yang menyolok.


Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter? Tidak semua kelemahan otot diakibatkan Post Polio Syndrome,


tapi bila penderita merasa lemah yang semakin lama semakin memberat dan semakin lama semakin progresif


walau pelan-pelan, sebaiknya mulai memeriksakan diri.


Penyebab


Mekanisme penyebab sindroma ini masih belum diketahui seluruhnya, hipotesis terbanyak dianut oleh para ahli


adalah degenerating nerve cells.


Sewaktu virus polio menyerang, organ yang terserang adalah sel syaraf tepi


yang disebut motor neuron terutama di sumsum tulang belakang yang


menghubungkan otak kita dengan otot penggerak tubuh kita. Setiap sel neuron


terdiri dari 3 bagian :

  • Badan sel
  • Axon (cabang terbesar dari sel saraf)
  • Dendrit (cabang2 kecil saraf)


Infeksi polio mengakibatkan kerusakan sel sel neuron, segera setelah penyembuhan, terjadi pertumbuhan cabang


baru dari sel-sel neuron sekitarnya. Hal ini mempercepat penyembuhan, tetapi di lain pihak memberikan beban


yang besar pada sel-sel neuron yang tersisa. Dengan perjalanan waktu, beban ini menjadi terlalu besar sehingga


menyebabkan kerusakan cabang neuron bahkan neuron itu sendiri, hasil akhirnya adalah terjadi penurunan fungsi


saraf tepi, sehingga penderita merasakan kelumpuhan yang bertahap seiring dengan semakin banyaknya sel-sel


saraf yang rusak.


Teori lain menganut teori autoimmune, dimana kekebalan tubuh kita menyerang sel-sel tubuh kita sendiri,


sedangkan sebagian sarjana lain meyakini virus polio, seperti virus herpes simplex dapat bertahan lama dalam


tubuh dan kemudian dapat mengalami reaktivasi kembali.


Faktor Resiko


Ada beberapa faktor yang meningkatkan resiko terkena Post Polio Syndrome:


  • Tingkat keparahan pada waktu terkena polio pertama kali
  • Umur waktu terkena penyakit ini, lebih sering sindroma ini mengenai mereka yang terkena polio pada waktu dewasa muda atau remaja.
  • Semakin besar tingkat kesembuhan waktu pertama kali terkena polio, semakin besar resiko terkena Post Polio Syndrome
  • Semakin besar aktivitas fisik, terutama bila kita sering memacu badan kita (di-forsir) semakin besar resiko terkena penyakit ini.


Komplikasi


Secara umum, penyakit ini jarang mengakibatkan timbulnya kematian bila dapat ditangani dengan optimal, tetapi


dapat mengganggu kualitas hidup penderita. Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

· Resiko trauma karena jatuh, akibat kelemahan otot yang dapat mengakibatkan patah tulang

· Gangguan nutrisi, dehidrasi, dan radang paru, terutama pada penderita dengan riwayat polio tipe bulbar, yang mengakibatkan gangguan saraf saraf penggerak pernafasan dan menelan, dapat mengalami


gangguan serupa setelah terkena Post Polio Syndrome. Pneumonia (radang paru) dapat diakibatkan masuknya makanan ke dalam saluran pernafasan

· Gagal nafas, amat jarang tapi dapat terjadi pada gangguan saraf penggerak diafragma, menyebabkan semakin sulit untuk bernafas, menimbulkan penumpukan lendir dan cairan di paru. Dilaporkan terutama terjadi pada penderita dengan obesitas, kelainan bentuk tulang belakang, kurangnya mobilitas dan pemakaian obat-obatan tertentu memperbesar resiko terjadinya gagal nafas. Kelainan ini ditandai dengan penurunan kadar oksigen dalam darah (dapat dilihat dengan pengukur saturasi oksigen).

· Osteoporosis, kurang gerak dalam waktu berkepanjangan dapat menyebabkan menurunnya densitas tulang dan osteoporosis pada wanita dan juga pria


Tes klinis dan Diagnosis


Untuk menegakkan diagnosis post-polio syndrome, ada tiga indicator yang akan dicari oleh Dokter anda:


  • Riwayat penyakit polio sebelumnya, disini diperlukan catatan medis sebelumnya karena akan sangat membantu diagnosis
  • Jangka waktu lama tanpa gejala. Dilaporkan oleh Mayo clinic, umumnya terjadi 15 tahun setelah terinfeksi pertama.
  • Kelemahan yang memberat perlahan lahan. Sering kelemahan tidak dirasakan sampai aktivitas sehari-hari terganggu. Bisa saja kita bangun merasa segar, tetapi siang hari merasa lelah saat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya dirasakan tidak melelahkan.

Selain itu, karena post-polio syndrome sering mirip dengan penyakit lain perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit seperti arthritis, fibromyalgia, chronic fatigue syndrome dan scoliosis.

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain :

  • Electromyography (EMG) dan uji konduksi saraf. Disini diukur muatan listrik otot. Uji ini berguna untuk menyingkirkan kondisi seperti neuropati, anomaly saraf dan myopati (kelainan pada otot bukannya pada saraf
  • Imaging. Dapat berupa magnetic resonance imaging (MRI) atau computerized tomography (CT), meneliti adanya kelainan pada otak dan sumsum tulang belakang. Dapat menyingkirkan kelainan seperti spondylosis, kelainan pada sumsum tulang belakang akibat degenerasi, atau spinal stenosis, penyempitan kolumna spinalis yang menekan saraf.
  • Test darah. Penderita dengan post-polio syndrome didapatkan hasil darah normal, bila didapatkan kelainan tes darah dapat menunjukkan kelainan lain, seperti diabetes, dll.


Terapi

Karena amat beragamnya gejala, tidak terdapat terapi yang spesifik. Tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas

hidup penderita dan mengurangi gejala.

  • Mengurangi aktivitas termasuk menggunakan alat Bantu bila diperlukan seperti tongkat, atau bahkan kursi roda pada kondisi tertentu. Disinilah peran seorang fisioterapis.
  • Terapi fisik. Umumnya dengan aktivitas yang tidak terlalu menguras tenaga seperti berenang atau olah raga aerobic di air. Tapi tetap tidak boleh berlebihan
  • Occupational therapy. Dilakukan perubahan gaya hidup termasuk aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan/profesi.
  • Speech therapy. Terutama pada penderita dengan gangguan otot bicara.
  • Terapi sleep apnea. Sering didapatkan pada penderita dengan post-polio syndrome, sebaiknya hindari tidur tengkurap karena pangkal lidah akan jatuh ke bawah dan menutup saluran pernafasan.
  • Obat-obatan. Seperti Aspirin dan obat penghilang rasa sakit lainnya. Banyak obat lain yang sedang dalam uji klinis tapi belum didapatkan hasil yang dapat digunakan pada klinis seperti pyridostigmine (Mestinon), amantadine (Symmetrel), modafinil (Provigil), insulin-like growth factor-I (IGF-I) dan alpha-2 recombinant interferon. Studi lain meneliti penggunaan immunoglobulin intravena, tetapi sekali lagi belum didapat hasil yang dapat digunakan secara praktis diklinik.

Kamis, 26 November 2009

Acute Mountain Sickness (AMS)

Acute Mountain Sickness (AMS)

Dapat mengakibatkan kematian tapi dapat dicegah

Dr. Heru Wiyono, SpPD

High altitude atau mountain sickness dapat dialami seseorang bila berada pada ketinggian, seperti pada pendaki gunung. Cukup sulit untuk mengeatahui siapa yang dapat terkena penyakit ini karena tidak terdapat faktor spesifik, secara umum hamper semua orang dapat beraktivitas secara normal pada ketinggian 2.500 meter (8000 kaki). Bandingkan dengan gunung semeru yang tertinggi di pulau jawa sekitar 3.600 meter.

Acute Mountain Sickness (AMS) dapat mulai timbul pada ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut. Penyakit ini, yang merupakan bentuk tersering dari penyakit akibat ketinggian, umumnya terjadi dalam waktu 6 sd 10 jam setelah pendakian, dan umumnya menurun setelah 1 sd 2 hari, tapi dapat berkembang menjadi lebih buruk. Gejala dapat berupa sakit kepala, fatigue, gangguan saluran cerna, dan gangguan tidur. Aktivitas berlebihan memperberat gejala.

Di Amerika selatan dikenal istilah "soroche" yang berasal dari kata "ore", karena dulu diperkirakan akibat keracunan ore (mineral) di pegunungan andes.

High altitude pulmonary edema (HAPE) dan cerebral edema (HACE) adalah bentuk terberat penyakit ketinggian (Altitude sickness), sedangkan AMS, perdarahan retina dan bengkak pada anggota badan adalah beberapa bentuk penyakit ini. Faktor yang berpengaruh pada berat tidaknya penyakit ini adalah seberapa cepat naik ke ketinggian, seberapa berat aktivitas di ketinggian, dan kepekaan individu.

Altitude sickness umumnya terjadi setelah naik ke ketinggian dan umumnya dapat dicegah dengan menempuh ketinggian perlahan lahan. Di kalangan pendaki gunung dulu dikenal istilah “kebut gunung”, usaha menempuh ketinggian dengan secepat mungkin. Harus diingat dalam beberapa kasus Altitude sickness dapat berakibat fatal.

Gejala dan Tanda

Sakit kepala merupakan gejala utama yang sering menjadi penanda Altitude sickness, walaupun dapat juga diakibatkan dehidrasi (kekurangan cairan). Bila kita mengalami sakit kepala pada ketinggian 2.400 meter atau lebih diikuti oleh beberapa gejala ini, bisa berarti tanda Altitude sickness:

  • Nafsu makan menurun, mual atau muntah
  • Lemah badan (fatigue)
  • Pusing atau sakit kepala
  • Insomnia
  • Sesak nafas pada waktu aktivitas
  • Denyut nadi cepat (>90 x/menit)
  • Penurunan kesadaran
  • Bengkak anggota badan (tangan, kaki atau muka)

Berikut merupakan tanda Altitude sickness yang berbahaya:

  • pulmonary edema (penimbunan cairan di paru): batuk terus menerus, demam dan sesak nafas yang menetap walaupun penderita telah diistirahatkan
  • cerebral edema (pembengkakan otak):
    • Sakit kepala yang tidak berespon pada pemberian obat anti nyeri
    • Gait (langkah kaki) limbung
    • Muntah yang semakin lama semakin sering
    • Penurunan kesadaran yang semakin lama semakin memburuk

Kasus berat

Gejala paling serius diakibatkan edema (penimbunan cairan di jaringan). Pada ketinggian, dapat terjadi high altitude pulmonary edema (HAPE), atau high altitude cerebral edema (HACE). Diperkirakan, HACE diakibatkan oleh vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) lokal di otak dipicu oleh kekurangan oksigen (hipoksia), sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke otak, menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Sedangkan HAPE diakibatkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) di paru, kekurangan oksigen mengakibatkan gangguan ventilasi dan perfusi di kapiler paru, yang pada akhirnya meningkatkan tekanan kapiler.

HAPE terjadi dengan insiden 2% pada ketinggian 3.000 m (10,000 feet = 70 kPa) atau lebih. Gejala sering diawali dengan batuk yang semula kering kemudian berubah menjadi berdahak berwarna merah muda dan berbuih.

HACE dapat memberat sampai koma bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan terjadi pada 1% penderita di ketinggian 2.700 m (9.000 feet = 73 kPa). Gejala dapat diawali sakit kepala, fatigue, gangguan penglihatan, gangguan saluran kemih dan saluran cerna, sampai kelumpuhan di satu sisi, dan kebingungan (penderita tidak dapat memberi respon benar bila diajak bicara), dan dapat mengakibatkan kehilangan koordinasi sehingga meningkatkan resiko tersesat.

Kedua penyakit ini dapat berkurang bila segera berpindah ke ketinggian yang lebih rendah. Sehingga bila gejala ini timbul sebaiknya sesegera mungkin turun keketinggian yang lebih rendah. Karena bila timbul gejala Altitude sickness, hanya terdapat waktu relatif pendek sebelum mulai terjadi gangguan kesadaran dan koordinasi, berikut tabel perkiraan waktu sebelum timbul gangguan kesadaran berdasarkan ketinggian:

Rabu, 25 November 2009

Tips diet pada musim hujan



Tips diet pada musim hujan


Dr Heru Wijono, SpPD



Bersama dengan datangnya musim penghujan, turut datang juga penyakit musiman seperti keracunan makanan, diare dan kolera. Selain itu juga ada penyakit seperti demam tifoid, disentri, amubiasis, hepatitis A dan E bahkan polio. Mereka dengan kekebalan tubuh yang menurun seperti lanjut usia dan penderita dengan diabetes, gangguan par paru, penyakit jantung atau rematik juga dapat merasakan perubahan pada kesehatan mereka pada waktu musim hujan tiba.

Penyakit pada musim hujan umumnya bersifat waterborne (diabawa oleh air), sehingga kita harus lebih waspada pada air yang kita konsumsi. Karena musim hujan adalah momen yang paling bagus bagi bakteri dan mikroorganisme untuk berkembang biak. Hujan juga dapat berarti kualitas air tanah yang lebih buruk, karena sampah dan kontaminan lain meresap dan bercampur dengan air hujan. Memasak air sampai dengan 100 derajat celcius selama 5 menit sudah cukup untuk mematikan bakteri yang berbahaya.

Musim hujan dengan cuaca dan suhu yang relatif lebih dingin, dapat mempermudah kita terkena beragam penyakit. Sedangkan musim kemarau, dengan suhu yang lebih panas sedikit banyak menurunkan nafsu makan kita. Begitu musim hujan tiba nafsu makan yang meningkat menyebabkan keinginan untuk menyantap makanan semakin membesar. Penyakit yang sering menyerang pada musim hujan terutama pada sistem pencernaan. Tapi sebaiknya berhati-hati , dan tetap menjaga diri, berikut ini adalah beberapa tips yang dapat menolong kita dalam menjaga kesehatan.

Kekebalan tubuh kita menurun pada waktu musim dingin, sehingga kita lebih mudah terkena penyakit. Sistem pencernaan yang melemah pada waktu musm panas akibat kekurangan cairan (dehidrasi), menyebabkan kemampuan saluran cerna menurun. Sehingga ada baiknya kita lebih berhati-hati. Karena itu menata jenis makanan yang dapat meningkatkan kinerja saluran cerna pada awal musim hujan dapat membantu :

  • Cuci semua buah dan sayur segar, terutama yang berdaun banyak dan jenis kembang kol
  • Makan secukupnya, karena sistem pencernaan kita masih belum berfungsi dengan kinerja optimal pada awal musim hujan.
  • Minum minuman hangat dapat banyak membantu, bila perlu tambahkan jahe atau daun mint.
  • Makanan segar lebih bermanfaat dibanding makanan yang difermentasi
  • Sayur mayur lebih disarankan pada musim hujan karena banyak mengandung serat yang diperlukan untuk kinerja sistem pencernaan kita, demikian juga pisang dan strawberi
  • Mereka yang tidak vegetarian dapat mengkonsumsi daging dalam jumlah sedang dan menghindari masakan daging yang ‘berat’ seperti kari, dan lebih banyak mengonsumsi dalam bentuk sup atau kaldu.
  • Bawang putih, merica dapat banyak membantu. Khusus pada merica sebaiknya berhati hati pada mereka dengan riwayat gangguan lambung/maag.
  • Minum banyak cairan walaupun kita tidak haus, karena dehidrasi dapat juga terjadi walaupun pada musim hujan. Khusus penderita payah jantung dan penyakit ginjal stadium lanjut sebaiknya jumlah cairan yang diminum dihitung dengan seksama
  • Sebaiknya jangan makan makanan langsung dari lemari pendingin. Makanan segar memang yang terbaik, tetapi bila kita menyimpan makanan dalam kulkas dan hendak dikonsumsi lagi, sebelum dimakan sebaiknya dihangatkan terlebih dahulu
  • Minum air yang telah disaring atau direbus dengan benar

Air dalam badan kita amat vital. Pada waktu musim kemarau dengan suhu luar yang panas, badan cenderung kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat. Pada waktu musim hujan, keringat yang terbentuk tidak mudah menguap karena kelembaban udara yang tinggi, sehingga pelepasan panas oleh tubuh tidak efisien. Karena itu perbanyak minum walaupun kita tidak merasa haus. Tentu ada rambu rambu khusus pada mereka yang menderita penyakit jantung dan ginjal.

Hindari minuman gerkarbonasi, mengandung kafein seperti kopi dan alkohol. Minuman seperti ini umumnya dapat bersifat diuretik (merangsang kencing) sehingga bila dikonsumsi berlebihan dapat mengakibatkan kehilangan cairan berlebihan melalui urin., selain itu softdrink juga dapat mengakibatkan perut menjadi kembung.

Buah dan sayuran segar mengandung banyak air, nutrisi esensial dalam bentuk vitamin larut air dan mineral, gula alami dan tentu saja –serat! Konsumsi sayur dan buah menjaga cairan dalam tubuh kita dan bahkan dapat membantu menurunkan berat badan karena kandungan serat didalamnya.Amia dan citrus dalam buah mengandung banyak vitamin C dan baik untuk meningkatkan kekebalan tubuh kita.

Hindari makanan yang berlemak, berminyak gorengan karena meningkan SDA (Specific Dynamic Action) yaitu energi yang diperlukan untuk memecah makanan tersebut menjadi protein, karbohidrat dan lemak yang dapat diserap tubuh. Sering setelah makan yang berat berat kita kemudian merasa mengantuk bukan?

Cara cara ini diikuti dengan pemeliharaan kesehatan yang baik dapat membantu kita menikmati keindahan musim hujan tanpa harus dibebani gangguan kesehatan yang sering terjadi pada musim hujan. Selamat mencoba

Sabtu, 21 November 2009

Sick building syndrome

Sick building syndrome (SBS)

dr. Heru Wiyono, SpPD

Hampir 90 % dari waktu dalam lingkungan konstruksi, baik di dalam bangunan kantor ataupun rumah. Tanpa kita sadari, udara di dalam ruang tercemar oleh radikal bebas (bahan kimiawi) yang berasal dari dalam maupun luar ruangan

Sick building syndrome (SBS) adalah sekelompok gejala/sindroma yang terkait dengan tempat kerja atau tempat tinggal seseorang. World Health Organization melaporkan sejak 1984, sd 30% gedung baru atau yang telah direnovasi diasosiasikan dengan SBS. Hampir semua gejala SBS dikaitkan dengan kualitas udara dalam ruangan yang buruk.

Penyebab SBS dapat dilacak sebagai akibat dari tidak baiknya system pengaturan suhu (AC) dan ventilasi udara. Penyebab lain dikaitkan dengan penguapan beberapa jenis material bangunan, Volatile Organic Compound (VOC)seperti berasal dari karpet, perabot, cat, bahan pembersih dsb; debu, karbon monoksida, formaldehid, dll., lumut pengeluaran gas ozon dari beberapa mesin kantor, dan .kurang baiknya system penyaringan udara.

Gejala SBS umumnya ditangani dengan meningkatkan pertukaran udara dengan udara luar. Gedung baru yang menggunakan system green building yang menggunakan konsep ramah lingkungan telah didesain sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi timbulnya SBS, dengan mengurangi pemakaian Volatile Organic Compound (yang sering digunakan sebagai bahan pembersih), mengeliminasi kondisi yang menyokong timbulnya alergi dan pertumbuhan lumut.

Banyak laporan yang menyebutkan SBS lebih banyak terjadi pada wanita dibanding dengan pria, tetapi penyebab fenomena ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Gejala

Gejala penyakit ini amat beragam, mencapai 50 jenis gejala, tetapi yang tersering didapatkan adalah :

· Sakit kepala

· Iritasi pada mata, hidung, tenggorokan

· Kulit terasa kering dan gatal

· Batuk kering (tidak mengeluarkan dahak

· Mual dan pusing

· Badan terasa lemah

· Kesulitan konsentrasi

· Sensitif pada bau-bauan

· Peningkatan angka kejadian asma/timbulnya asma pada penderita yang sebelumnya tidak pernah menderita asma

· Gangguan mood

  • Kasus bronchitis atau pneumonia (radang paru-paru) yang tidak memberikan respon pada pemberian antibiotika
  • Gangguan pada saluran pencernaan menyerupai irritable bowel syndrome (IBS), meliputi gangguan bowel habit (sulit buang air, nyeri, dll)

Kunci utama untuk mengetahui adanya SBS ini adalah dengan adanya peningkatan keluhan diatas dalam kurun waktu yang singkat, dalam beberapa artikel disebutkan bahwa gejala SBS ini akan berkurang, bila penderita keluar dari gedung. Tetapi pada sebagian penderita terutama mereka yang lebih sensitif pada Volatile Organic Compound, potensi timbulnya efek jangka panjang harus diwaspadai.

Penyebab

Penyebab sering dikaitkan dengan desain gedung, dan dapat diakibatkan gabungan beberapa faktor :

  • Kualitas udara dalam gedung (termasuk asap rokok)
  • Lumut
  • Pengharum ruangan
  • Aspek penerangan ruang yang jelek, termasuk kurang masuknya cahaya matahari
  • Kualitas ventilasi atau AC yang buruk
  • Kontaminasi bakteri atau tungau pada system ventilasi
  • Sistem akustik gedung yang kurang baik
  • Perabot kantor (seperti monitor computer, alat foto copy, dll)
  • Aspek ergonomi (pengaturan lingkungan kerja dengan postur tubuh manusia) yang buruk
  • Kontaminasi kimia dan biologi

Pada level manajemen, adanya SBS sering ditandai dengan semakin banyaknya karyawan yang sakit atau tidak masuk kerja, penurunan produktivitas dan penurunan kepuasan dalam bekerja.

Pencegahan

  • Hilangkan sumber kontaminasi atau pindahkan dalam lokasi penyimpanan tertentu
  • Segera keringkan karpet yang terkena air, atau bahan bangunan yang lembab
  • Larangan merokok
  • Bila akan dilakukan pekerjaan seperti pengecatan, pemakaian bahan seperti pelarut, atau pestisida di ruang yang memilki ventilasi baik atau dilakukan saat ruangan tersebut kosong
  • Perbanyak pertukaran udara. The American Society of Heating, Refrigeration & Air Conditioning Engineers menyarankan pertukaran udara minimal sebanyak 8.4 kali tiap 24 jam.
  • Penggunaan system ventilasi dan air conditioning yang tepat

Sedang untuk pegawai atau mereka yang beraktivitas dalam gedung tersebut, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dengan rutin berolah raga outdoor, dan mengkonsumsi vitamin yang mengandung mineral “trace element (mengandung Sn, Mg, Cu)”, dilaporkan cara ini dapat menurunkan angka kejadian SBS sd 65%, bahan tersebut dapat berfungsi sebagai immunomodulator (meningkatkan ketahanan tubuh). Karena bagaimanapun juga jauh lebih baik mencegah suatu penyakit daripada mengobatinya.

Jumat, 20 November 2009

FILARIASIS (KAKI GAJAH)

FILARIASIS

(KAKI GAJAH)

Dr. Heru Wiyono, SpPD


Penyakit filariasis atau kaki gajah pertama kali diketahui sekitar 40000 tahun lalu. Artefak dari Mesir kuno (sekitar tahun 2000 SM) dan catatan sejarah peradaban bangsa Nok di Afrika sekitar 500 SM.

WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program eliminasi melalui pengobatan dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah.


Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas

Cara Penularan :


Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil (mikrofilaria) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk (vector) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.


Gejala klinis Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3 ?sd 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejala klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

Diagnosis


Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. Pencegahan ; adalah dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector (mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu bila tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah.

Pengobatan :


Secara massal dilakukan didaeah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) kombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5 sd 10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1 tablet ) ; pengobatan misal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai <>

Terapi yang direkomendasikan untuk eradikasi cacing filarial pada penderita diluar benua Amerika adalah dengan albendazol (antihelmintik spectrum luas) dikombinasi dengan ivermectin. Kombinasi dengan dietilcarbamazin (DEC) dengan albendazol juga efektif. Tahun 2003 antibiotik doksisiklin direkomendasikan untuk pemakaian penderita elephantiasis. Parasit ini hidup secara simbiosis dengan bakteri genus Wolbachia, yang hidup dalam tubuh cacing tersebut. Bila bakteri ini dapat dibasmi, parasit juga akan mati, seperti dibuktikan dalam penelitian tahun 2005.